Salah satu fenomena yang sangat menyedihkan di kalangan umat Islam
saat ini yaitu, masih maraknya kita jumpai kuburan-kuburan yang
dikeramatkan oleh sebagain manusia, dan menjadi tempat yang lebih ramai
dari destinasi-destinasi wisata. Mereka berduyun-duyun datang dari
berbagai daerah hingga dari manca negara untuk meraih berbagai hajatnya
masing-masing.
Ada yang datang ke kuburan dengan niat untuk menperoleh jodoh, meraih
kedudukan, ingin cepat kaya, maupun keselamatan hidup. Ada pula yang
datang dengan niat beribadah,
shalat, membaca al-Qur’an atau ibadah lain dengan anggapan bahwa
beribadah di samping kuburan orang suci mendatangkan kekhusyukan.
Sesungguhnya, fitrah orang yang telah
meninggal telah terputus hubungan dengan orang yang hidup, dan tidak
mampu menjawab panggilan orang, apalagi mengabulkan permintaan. Hal ini
sebagaimana firman Allah سبحانه وتعالى :
وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ ۚ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
“… Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika
kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka
mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari
kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat
memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha
Mengetahui.” [Qs. Faathir: 13-14]
Pemujaan terhadap kuburan-kuburan orang shalih ini sesungguhnya
bukanlah fenomena orang-orang di dunia modern ini. Namun perilaku awal
munculnya fitnah pengagungan kuburan ini, telah terjadi pada kaum Nabi
Nuh عليه السلام. Sebagaimana firman Allah سبحانه وتعالى :
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
“Dan
mereka berkata: ‘Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr’.“ [Qs. Nuh: 23]
Inilah sejarah awal munculnya syirik (penyembahan selain kepada Allah سبحانه وتعالى). Sebab kekufuran anak cucu Nabi Adam عليه السلام dan sebab mereka meninggalkan agama mereka adalah ghuluw, yakni sikap berlebihan pada orang-orang shalih.
Menurut Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه
sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari No. 4940: bahwa Wadd, Suwwa’,
Yaghuts, Ya’uq dan Nasr merupakan nama-nama orang shalih di kalangan
kaum Nabi Nuh عليه السلام. Ketika mereka meninggal, syetan membisikkan
kepada kaum mereka untuk memasang patung di majelis-majelis yang dahulu
biasa mereka gunakan. Mereka namakan patung-patung orang-orang shalih
tersebut. Mereka pun melakukannya dan saat itu patung-patung tersebut
belum disembah. Hingga setelah mereka meninggal, dan ilmu mulai punah,
maka patung-patung itupun disembah.
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّـهِ إِلَّا الْحَقَّ
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu
melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap
Allah kecuali yang benar…” [Qs. An-Nisaa': 171]
Ibnu Qayyim رحمه اللة berkata, “Tidak sedikit kalangan salaf
berpendapat, ‘Ketika mereka mati, orang-orang sering mengerumuni kuburan
mereka, kemudian mereka membuat patung-patung mereka, kemudian masa
yang panjang berlalu, dan akhirnya orang-orang itu menyembah mereka’.”
Dari Umar رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ
“Janganlah kalian berlebih-lebihan
dalam memujiku, sebagai-mana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan
memuji ‘Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah,
‘”Abdullaah wa Rasuuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya).’” [HR. Al-Bukhari No. 3445]
Perintah untuk menjauhi sikap ghuluw ditegaskan oleh Rasulullah صلي الله عليه وسلم :
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اَلْغُلُوُّ فِي الدِّيْنِ
“Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam
agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw ini telah membinasakan
orang-orang sebelum kalian.” [HR. Ahmad I/215, 347, an-Nasa-i V/268, Ibnu Majah No. 3029]
Anas bin Malik رضي الله عنه berkata,
“Sebagian orang berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, wahai orang
yang terbaik di antara kami dan putera orang yang terbaik di antara
kami! Wahai sayyid kami dan putera sayyid kami!’ Maka seketika itu juga
Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قُوْلُوْا
بِقَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَهْوِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ، أَنَا مُحَمَّدٌ،
عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ، مَا أُحِبُّ أَنْ تَرْفَعُوْنِيْ فَوْقَ
مَنْزِلَتِي الَّتِيْ أَنْزَلَنِيَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Wahai manusia, ucapkanlah dengan yang biasa (wajar) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh syetan,
aku (tidak lebih) adalah Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak
suka kalian mengangkat (menyanjung)ku di atas (melebihi) kedudukan yang
telah Allah berikan kepadaku.” [HR. Ahmad III/153, 241, 249, an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah No. 249, 250]
Beliau صلي الله عليه وسلم tidak suka disanjung melebihi dari apa yang
Allah سبحانه وتعالى berikan dan Allah ridhai. Tetapi banyak manusia
yang melanggar larangan Nabi صلي الله عليه وسلم tersebut, sehingga
mereka berdo’a kepadanya, meminta pertolongan kepadanya, bersumpah
dengan namanya serta meminta kepadanya sesuatu yang tidak boleh diminta
kecuali kepada Allah. Hal itu sebagaimana yang mereka lakukan ketika
peringatan maulid Nabi صلي الله عليه وسلم, dalam kasidah atau anasyid, di mana mereka tidak membedakan antara hak Allah سبحانه وتعالى dengan hak Rasulullah صلي الله عليه وسلم.
Blogger Comment
Facebook Comment