Ada satu komunitas berjilbab gaul yang menamakan diri dengan jilboobs. Yang dimaksud di sini adalah memakai penutup kepala namun pakaiannya ketat. Hingga -maaf- bokong dan payudara masih terlihat seksi dan montok. Bagaimana hukum wanita yang berpenampilan seperti ini? Sudahkah menemuhi ketentuan jilbab yang sempurna?
Perintah Berjilbab yang Sempurna
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ
وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59). Ayat ini menunjukkan wajibnya jilbab bagi seluruh wanita muslimah.
Ayat lain yang menunjukkan wajibnya jilbab,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ
بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى
جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ
أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ
أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ
الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ
النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ
مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا
الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (31)
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nur: 30-31).
Dalil yang menunjukkan wajibnya jilbab pula adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ
الْحُيَّضَ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ ، فَيَشْهَدْنَ
جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ ، وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ عَنْ
مُصَلاَّهُنَّ . قَالَتِ امْرَأَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِحْدَانَا
لَيْسَ لَهَا جِلْبَابٌ . قَالَ لِتُلْبِسْهَا صَاحِبَتُهَا مِنْ
جِلْبَابِهَا
Dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata, “Pada dua hari raya, kami diperintahkan untuk mengeluarkan wanita-wanita haid dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri jamaah kaum muslimin dan doa mereka. Tetapi wanita-wanita haid harus menjauhi tempat shalat mereka. Seorang wanita bertanya:, “Wahai Rasulullah, seorang wanita di antara kami tidak memiliki jilbab (bolehkan dia keluar)?” Beliau menjawab, “Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut.” (HR. Bukhari no. 351 dan Muslim no. 890).
Para ulama sepakat (berijma’) bahwa berjilbab itu wajib. Yang mereka
perselisihkan adalah dalam masalah wajah dan kedua telapak tangan apakah
wajib ditutupi.
Pakaian Muslimah dan Jilbab yang Lebar
Aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Inilah pendapat terkuat dari pendapat para ulama.
Muhammad Al Khotib -ulama Syafi’iyah, penyusun kitab Al Iqna’-
menyatakan bahwa aurat wanita -merdeka- adalah seluruh tubuhnya kecuali
wajah dan telapak tangannya (termasuk bagian punggung dan bagian telapak
tangan hingga pergelangan tangan). Alasannya adalah firman Allah
Ta’ala,
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (QS. An Nur: 31).
Yang dimaksud menurut ulama pakar tafsir adalah wajah dan kedua telapak tangan. Wajah dan kedua telapak tangan bukanlah aurat karena kebutuhan yang menuntut keduanya untuk ditampakkan. (Lihat Al Iqna’, 1: 221)
Konsekuensi dari pernyataan aurat wanita di atas, bagian tangan dan
kaki adalah aurat termasuk juga badan. Sehingga kalau bagian tersebut
hanya dibalut dengan baju dan tidak longgar, alias ketat, maka berarti
aurat belumlah tertutup. Jadi apa yang dilakukan oleh Jilboobs, bukanlah
menutup aurat karena bagian aurat seperti tangan masih terlihat bentuk
lekuk tubuhnya. Celana ketat pada paha pun masih menampakkan lekuk tubuh
yang seksi. Lebih-lebih di dada walau kepala tertutup, masih membuat
laki-laki tergoda syahwatnya.
Berjilbab yang benar bukan hanya menutup rambut kepala. Tetapi juga
harus memperhatikan baju dan rok yang digunakan, mestilah lebar. Celana
tidaklah menggambarkan menutup aurat dengan sempurna meski longgar.
Dalil yang menunjukkan hendaknya wanita tidak memakai pakaian ketat
adalah hadits dari Usamah bin Zaid di mana ia pernah berkata,
“Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah memakaikanku baju
Quthbiyyah yang tebal. Baju tersebut dulu dihadiahkan oleh Dihyah Al
Kalbi kepada beliau. Lalu aku memakaikan baju itu kepada istriku. Suatu
kala Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menanyakanku: ‘Kenapa baju
Quthbiyyah-nya tidak engkau pakai?’. Kujawab, ‘Baju tersebut kupakaikan
pada istriku wahai Rasulullah’. Beliau berkata, ‘Suruh ia memakai baju
rangkap di dalamnya karena aku khawatir Quthbiyyah itu menggambarkan
bentuk tulangnya’” (HR. Ahmad dengan sanad layyin, namun punya penguat
dalam riwayat Abi Daud. Ringkasnya, derajat hadits ini hasan).
Ini adalah sejelas-jelasnya dalil yang menunjukkan haramnya
mengenakan pakaian yang membentuk lekuk tubuh. Pakaian Quthbiyyah adalah
pakaian dari Mesir yang tipis. Jika tidak dikenakan baju rangkap di
dalamnya, maka akan nampak bentuk tulangnya sehingga nampaklah aurat
wanita. Bahkan nampak pula warna kulitnya. Demikian kata Syaikh ‘Amru
bin ‘Abdil Mun’im Salim dalam kitab beliau Jilbab Al Mar-ah Al Muslimah
hal. 23.
Syaikh Al Albani rahimahullah pernah mengatakan, “Tujuan pakaian
muslimah adalah agar tidak menggoda. Tujuan ini bisa tercapai hanya
dengan wanita berbusana longgar. Adapun berbusana ketat walau itu
menutupi warna kulit, namun masih menampakkan bentuk lekuk tubuh
seluruhnya atau sebagiannya. Sehingga hal ini pun menggoda pandangan
para pria. Dan sangat jelas hal ini menimbulkan kerusakan, tanpa
diragukan lagi. Yang tepat, pakaian muslimah haruslah longgar (tidak
ketat).” (Jilbab Al Mar-ah Al Muslimah fil Kitab was Sunnah, hal. 131).
Guru kami, Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah pernah ditanya
mengenai hukum memakai pakaian ketat yang menampakkan bentuk lekuk
tubuh, maka jawab beliau, “Tidak boleh wanita mengenakan pakaian ketat
yang menampakkan bentuk lekuk tubuh kecuali di depan suami barulah
dibolehkan. Suami boleh melihat pada seluruh tubuh istrinya. Begitu pula
tidak boleh memakai kaos kaki yang menampakkan bentuk lekuk betis dan
pahanya, bahkan tidak boleh sampai memperindah kaki dengan kaos kaki
tersebut[1]. Juga perlu diketahui bahwa pakaian ketat semacam ini punya
efek bahaya. Sebagaimana disebutkan oleh Dr. Wajih Zainul ‘Abidin dalam
perkataan beliau yang apik dalam Majalah Kuwaitiyyah bahwa pakaian ketat
pada wanita tidaklah lepas dari bahaya di antaranya membahayakan
kulitnya … “ (Lihat Fatawal Mar’ah Al Muslimah terbitan Dar Ibnul
Haitsam, hal. 443)
Ancaman Bagi Jilboobs yang Berpakaian Ketat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ
مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ
وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ
كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ
يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا
وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: (1) Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal baunya dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128).
Di antara maksud dari berpakaian namun telanjang adalah menyingkap
aurat, berpakaian tipis, termasuk pula berpakaian ketat yang menampakkan
bentuk lekuk tubuh.
Nasehat kami, amalkanlah ajaran Islam secara utuh, jangan separuh-separuh.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ
كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ
مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208).
Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Laksanakanlah seluruh
ajaran Islam, jangan tinggalkan ajaran Islam yang ada. Jangan sampai
menjadikan hawa nafsu sebagai tuan yang dituruti. Artinya, jika suatu
ajaran bersesuaian dengan hawa nafsu, barulah dilaksanakan dan jika
tidak, maka ditinggalkan. Yang mesti dilakukan adalah hawa nafsu yang
tunduk pada ajaran syari’at dan melakukan ajaran kebaikan sesuai
kemampuan. Jika tidak mampu menggapai kebaikan tersebut, maka dengan
niatan saja sudah bisa mendapatkan pahala kebaikan.” Lihat Taisir Al Karimir Rahman karya Syaikh As Sa’di tentang tafsiran ayat di atas.
Hanya Allah yang memberi taufik.
0 Komentar:
Posting Komentar