Kisah Toleransi Beragama Seorang Muslim Terhadap Tetangganya Yahudi

Agama Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi, tentunya bukan toleransi yang bukan pada tempatnya. Islam melarang keras berbuat dzalim kepada non-muslim sekalipun. Bahkan harus berbuat seadil-adilnya kepada mereka, berbuat baik dalam hal muamalah dan pergaulan.

Berikut kisah seorang muslim yang tetap memperhatikan hak tetangganya yang seorang yahudi dan memberikan perhatian yang lebih karena statusnya sebagai tentangganya.

Seorang Tabi’in dan beliau adalah ahli tafsir, Mujahid berkata,

“Saya pernah berada di sisi Abdullah ibnu ‘Amru sedangkan pembantunya sedang memotong kambing. Dia lalu berkata,

ياَ غُلاَمُ! إِذَا فَرَغْتَ فَابْدَأْ بِجَارِنَا الْيَهُوْدِي

”Wahai pembantu! Jika anda telah selesai (menyembelihnya), maka bagilah dengan memulai dari tetangga Yahudi kita terlebih dahulu.”

Lalu ada salah seorang yang berkata,

”Wahai pembantu! Jika anda telah selesai (menyembelihnya), maka bagilah dengan memulai dari tetangga Yahudi kita terlebih dahulu.”

Lalu ada salah seorang yang berkata,

آليَهُوْدِي أَصْلَحَكَ اللهُ؟!

“(kenapa engkau memberikannya) kepada Yahudi? Semoga Allah memperbaiki kondisimu.”

‘Abdullah bin ’Amru lalu berkata,

إِنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوْصِي بِالْجَارِ، حَتَّى خَشَيْنَا أَوْ رُؤِيْنَا أَنَّهُ سَيُوّرِّثُهُ

‘Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat terhadap tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan menetapkan hak waris kepadanya.”[1]



Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْـجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris”

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelasakan,

ال أهل العلم : والجيران ثلاثة : 1 ـ جار قريب مسلم ؛ فله حق الجوار ، والقرابة ، والإسلام . 2 ـ وجار مسلم غريب قريب ؛ فله حق الجوار ، والإسلام . 3 ـ وجار كافر ؛ فله حق الجوار ، وإن كان قريباً فله حق القرابة أيضاً . فهؤلاء الجيران لهم حقوق : حقوق واجبة ، وحقوق يجب تركها .

Ulama membagi tetangga menjadi tiga:

[1] tetangga kerabat muslim, maka mendapat hak tetangga, hak kekerabatan dan hak Islam

[2] tetangga muslim bukan kerabat, maka mendapat hak tetangga dan hak Islam

[3] tetangga kafir, maka mendapatkan hak tetangga, jika kafir ini juga kerabat, maka mendapatkan hak kerabat juga

Semuanya tetangga berhak mendapatkan hak-hak yaitu hak-hak wajib dan hak-hak yang wajib ditinggalkan (misalnya mengganggunya)[2]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahah: 8)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir  As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan,

لا ينهاكم الله عن البر والصلة، والمكافأة بالمعروف، والقسط للمشركين، من أقاربكم وغيرهم، حيث كانوا بحال لم ينتصبوا لقتالكم في الدين والإخراج من دياركم، فليس عليكم جناح أن تصلوهم، فإن صلتهم في هذه الحالة، لا محذور فيها ولا مفسدة

“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada orang-orang musyrik  baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan.”[3] 
Berbagi ke Google+

About Unknown

    Blogger Comment
    Facebook Comment