Hukum Menjamak Shalat Jum'at dengan Shalat Ashar




Bolehkah Menjama' Shalat Jum'at dengan Shalat Ashar?





Perlu diketahui pengertian menjama’ shalat adalah mengabungkan antara dua shalat (Dhuhur dan Ashar atau Maghrib dan ‘Isya’) dan dikerjakan dalam waktu salah satunya. Boleh seseorang melakukan jama’ taqdim dan jama’ ta’khir.


Jama’ taqdim adalah menggabungkan dua shalat dan dikerjakan dalam waktu shalat pertama, yaitu; Dhuhur dan Ashar dikerjakan dalam waktu Dhuhur, Maghrib dan ‘Isya’ dikerjakan dalam waktu Maghrib. Jama’ taqdim harus dilakukan secara berurutan sebagaimana urutan shalat dan tidak boleh terbalik.


Adapun jama’ ta’khir adalah menggabungkan dua shalat dan dikerjakan dalam waktu shalat kedua, yaitu; Dhuhur dan Ashar dikerjakan dalam waktu Ashar, Maghrib dan ‘Isya’dikerjakan dalam waktu Isya’. Jama’ ta’khir boleh dilakukan secara berurutan dan boleh pula tidak berurutan akan tetapi yang afdhal adalah dilakukan secara berurutan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullooh shallallahu ‘alaihi wasallam.


Menjama’ shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya -baik musafir atau bukan- dan tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur, jadi dilakukan ketika diperlukan saja.


Termasuk udzur yang membolehkan seseorang untuk menjama’ shalatnya dalah musafir ketika masih dalan perjalanan dan belum sampai di tempat tujuan, turunnya hujan, dan orang sakit.


Berkata Imam Nawawi rahimahullah: “Sebagian imam (ulama) berpendapat bahwa seorang yang mukim boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan asalkan tidak dijadikan sebagai kebiasaan".


Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, bahwasanya Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam menjama’ antara dhuhur dengan ashar dan antara maghrib dengan isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan safar (dalam riwayat lain: Tanpa sebab takut dan hujan). Ketika ditanyakan hal itu kepada Ibnu Abbas beliau menjawab: Bahwa Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam tidak ingin memberatkan ummatnya.


Lalu bagaimana bila hari Jum’at?

Banyak ulama yang tidak memperbolehkan menjama’ (menggabung) antara shalat Jum’at dan shalat Ashar dengan alasan apapun baik musafir, orang sakit, turun hujan atau ada keperluan dll-, walaupun dia adalah orang yang di perbolehkan menjama’ antara Dhuhur dan Ashar.









Mereka berargumen dengan sebab tidak adanya dalil tentang menjama’ antara Jum’at dan Ashar, dan yang ada adalah menjama’ antara Dhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya’. Jum’at tidak bisa diqiyaskan dengan Dhuhur karena sangat banyak perbedaan antara keduanya. Ibadah harus dengan dasar dan dalil, apabila ada yang mengatakan boleh maka silahkan dia menyebutkan dasar dan dalilnya dan dia tidak akan mendapatkannya karena tidak ada satu dalilpun dalam hal ini.


Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ


Baran siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah kami (tidak ada ajarannya) maka amalannya tertolak.

Jadi kembali kepada hukum asal, yaitu wajib mendirikan shalat pada waktunya masing-masing kecuali apabila ada dalil yang membolehkan untuk menjama’ (menggabungnya) dengan shalat lain.

Berbagi ke Google+

About Unknown

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 Komentar:

Posting Komentar