Bersabar Terhadap Musibah-Musibah Yang Datang Di Kehidupan Dunia Ini

Sabar terbagi menjadi tiga: [1] sabar dalam menaati Allah, [2] sabar dalam menjauhi apa-apa yang dilarang Allah, dan [3] sabar dalam menerima takdir Allah. Di antara takdir Allah yang dimaksud adalah musibah-musibah yang menimpa manusia di luar keinginan mereka. Tentang musibah-musibah ini, Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

Musibah-musibah yang menimpa seorang hamba ada dua jenis :


Musibah yang di luar kehendak makhluk, seperti sakit dan musibah-musibah lainnya yang datang dari Allah. Yang seperti ini mudah untuk bersabar di dalamnya. Sebab seorang hamba, terkait musibah-musibah itu, mengakuinya sebagai ketetapan dan takdir dari Allah. Sama sekali tidak ada campur tangan manusia dalam musibah tersebut.

Karena itu, seseorang [dapat] bersabar, baik karena terpaksa ataupun karena keinginannya sendiri. Maka, jika Allah bukakan dalam hati seorang hamba pikiran tentang manfaat-manfaat musibah, apa-apa yang terkandung dalam kenikmatan-kenikmatan dan kelembutan-kelembutannya, ia pun akan pindah dari bersabar atas musibah-musibah [yang menimpa] menuju bersyukur dan bersikap ridho dengan segala musibah  itu. Dengan demikian, musibah-musibah tersebut akan berbalik menjadi kenikmatan untuknya, sehingga lubuk hati dan lisannya selalu mengucapkan,

رَبِّ أَعِنِّي عَلىَ ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَ حُسْنِ عِبَادَتِكَ

“Wahai Rabbku, bantulah aku untuk mengingatMu, mensyukuriMu, dan baik dalam beribadah kepadaMu.”

Dan ini akan menguat dan melemah sesuai kadar kekuatan dan kelemahan rasa cinta seorang hamba kepada Allah. Bahkan, yang seperti ini, didapati oleh salah seorang di antara kita di dalam kehidupan, sebagaimana dikatakan oleh sebagian penyair yang mendapatkan sesuatu yang dibenci dari orang yang dicintainya, “Walaupun engkau menjelek-jelekkan aku, setidaknya aku bahagia karena engkau masih memikirkan aku.”

Jenis kedua adalah musibah yang menimpa seseorang karena ulah manusia pada hartanya, kehormatannya, atau pada dirinya. Maka, musibah jenis ini sangat sulit sekali untuk bersabar. Sebab, jiwa manusia senantiasa mengingat yang mengganggunya dan ia tidak ingin direndahkan, sehingga ia pun menuntut  untuk membalasnya.

Karena itu, tidaklah bersabar atas musibah jenis ini, kecuali para nabi dan orang-orang yang shiddiq [jujur dalam keimanannya]. Adalah nabi kita [Muhammad] shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika disakiti selalu mengucapkan,

يَرْحَمُ اللهُ مُوْسىَ لَقَدْ أُوْذِيَ بِأَكْثَرِ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ
“Semoga Allah selalu merahmati Musa ‘alaihis salam, sungguh beliau telah diuji lebih daripada ini dan beliau bersabar.” [HR. Al Bukhari dan Muslim]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah dikabari tentang seorang nabi dari kalangan nabi yang dipukuli oleh kaumnya. Maka, nabi tersebut berdoa,

اللَّهُمَّ اغْفِرلِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لاَيَعْلَمُوْنَ

“Ya Allah, ampunilah kaumku, sebab mereka ini tidak mengetahui.” [HR. Al Bukhari dan Muslim]

Dan telah diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau pernah mendapatkan ujian yang sama dari kaumnya. Beliau pun berdoa dengan doa seperti yang di atas. [HR. Ath Thabarani dalam Majma’ Az Zawa-id]

Karena itu, terangkum padanya tiga perkara: memaafkan mereka, meminta ampunan untuk mereka, dan memberi uzur [alasan untuk memaafkan] bahwa mereka itu tidak mengetahui.

Kesabaran jenis ini termasuk kesabara yang membuahkan pertolongan, hidayah, kebahagiaan, keamanan, kekuatan iman kepada Allah, bertambahnya kecintaan Allah serta kecintaan manusia kepadanya, dan tambahan ilmu. Karena itulah, allah ta’ala berfirman,

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

“Dan Kami jadikan di antara mereka para pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka bersabar dan yakin dengan ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajdah: 24)

Jadi, sabar dan yakin—dengan keduanya—akan diperoleh kepemimpinan di dalam agama. Oleh karenanya, jika kesabaran jenis ini disertai dengan kuatnya keyakinan dan keimanan, maka orang yang memilikinya akan sampai ke tingkatan bahagia karena karunia Allah ta’ala.

ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Dan yang demikian adalah keutamaan dari Allah. Allah anugrahkan kepada siapa saja yang Allah kehendaki dan adalah Allah yang memiliki karunia yang sangat besar.” (QS. Al Hadid: 21; QS. Al Jumu’ah: 4)

Karena itulah, Allah ta’ala berfirman,

ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ . وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ .

“Tolaklah keburukan dengan apa yang lebih baik, sehingga orang yang tadinya memusuhimu akan menjadi teman yang setia. Dan itu tidaklah terjadi kecuali pada orang-orang yang bersabar serta tidak ada yang bisa melakukannya, kecuali orang yang memiliki karunia yang sangat besar.” (QS. Fushilat: 34-35)
Berbagi ke Google+

About Unknown

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 Komentar:

Posting Komentar