Pandangan Islam terhadap Modernitas Muslim

Salah satu ungkapkan populer yang sering kita dengar adalah semakin tahun itu berganti, maka semakin modern pula kehidupan yang kita jalan. Istilah modern kemudian menjadi istilah sakti bagi masyarakat abad ini. orang yang tidak bisa menjadi modern disebut sebagai orang yang kolot dan terbelakang. kerena itu, tiap orang seakan dituntut menjadi manusia modern. Namun yang tidak disadari bahwa bagaimana sebenarnya manusia modern tersebut.
 
Sebagai cendekiawan muslim kita meyakini terdapat kesalahan dalam memahami modernitas. Di antara pemahaman yang salah itu adalah anggapan bahwa modernitas adalah mengikuti pola hidup ala barat. Pada kenyataanya anggapan ini tidak bisa dinafikan begitu saja. sebab memang di era sekarang kemajuan di banyak bidang telah dicapai oleh orang-orang barat. Pencapaian-pencapaian itu kemudian dijadikan alat untuk menguasai negara-negara yang lebih lemah, seperti penguasaan ekonomi, militer, pencapaian ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.

Penguasaan ini mengakibatkan negara-negara yang dikuasai terdikte dan kemudian mengikuti baik sadar maupun sadar negara yang menjajahnya dalam sekala yang besar, yaitu sekala peradaban dan kebudayaan. Hingga tidak tanggung-tanggung bahkan pandangan hidup juga membeo pada pandangan yang dipercayai oleh orang-orang barat tersebut. sebagaimana yang diungkapkan oleh Naquib al-Attas bahwa setiap negara yang dijajah akan selalu ikut pada negara yang menguasainya. Maka makna modernitas pun terkena akibatnya dan tereduksi maknanya menjadi modernitas kebarat-baratan.

Bukan berarti mengikuti barat adalah sebuah kesalahan, tetapi menjadi masalah ketika kita seorang muslim kemudian juga ikut tercemari dengan pola pikir dan pandangan-pandangan orang-orang Barat. Dan masalah ini hakikatnya telah terjadi di tubuh umat muslim sekarang di mana banyak di antara kita secara tidak sadar tergerus modernitas dan menghilangkan identitas sebagai seorang muslim. hal itu tercermin dari kehidupan kita yang kian hari kian jauh dari nilai islam. Banyak di antara saudara kita bahkan berani meninggalkan aturan Islam karena berpegang pada jargon Hak asasi Manusia, emansipasi wanita dan jargon-jargon lain yang hakikatnya lahir dari faham liberal dan sekuler yang berkembang di barat. Akibat dari ini terjadi degradasi moral. Bahkan nilai moral pun sudah tidak jelas sebab tolak ukur baik-buruk menjadi relatif. Akibatnya perkawinan sesama jenis adalah sesuatu yang halal, perempuan menolak menikah dan menolak mempunyai keturunan juga dipandangan sebagai hak, penyematan yang teroris dan tidak teroris pun menjadi sarat kepentingan. Parahnya lagi, orang yang taat agama adalah orang yang kolot dan tidak berkemajuan. Dan Islam pun menjadi bulanan-bulanan; difitnah sebagai ajaran bar-bar kuno, tak beradab dan tidak bisa mengikuti modernitas.

Anggapan seperti ini tentu merupakan anggapan yang salah. Sebab salah satu ciri Islam adalah rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam. Dan juga sholihun li kulli zaman wa makan. Selalu sesuai dengan perkembangan zaman dan keadaan. Artinya Islam adalah agama yang aktual. Orang yang menjalankan Islam dengan taat justru adalah orang yang mengakui modernitas dan menjadi orang modern dalam arti yang sebenarnya. Sebab sebagai ajaran paling sempurna, islam tidaklah tergerus pada nilai-nilai modern yang melenceng, tetapi juga menjadi penyeimbang dari perkembangan ke-modern-an itu sendiri. Dalam Islam, modern tidak selamanya harus kebarat-baratan. Tidak selamanya harus bebas dari segala nilai. Tidak berpikiran bebas. Karena justru pikiran ingin bebas dari nilai apapun itulah pangkal dari rusaknya moral.

Modern Dalam Pandangan Islam

Sebagai bukti, Alex enkelis, salah seorang pemikir modern menyebutkan ciri modern yang sebenarnya di antaranya adalah 1. Mempunyai tanggung jawab pribadi, 2. Menghargai waktu.

Di dalam Islam, ke-2 hal tersebut pun sudah dijelaskan dan diatur sedemikian rupa. Pertama, mempunyai tanggung jawab pribadi, dalam Islam tanggung jawab ini sangat ditekankan dengan istilah amanah. Islam sangat menekankan aspek amanah bagi setiap umat Islam. transparansi dan bertanggung jwab serta jujur dengan setiap pekerjaan yang diembankan padanya merupakan keharusan di dalam Islam. Allah swt berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
 
Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah kepada yang berhak. Dan jika kalian memutuskan sesuatu di antara manusia maka Hendaknya kalian memutuskannya denga Adil
 
Realitanya di dunia modern ini, degradasi moral yang sangat banyak dijangkiti oleh manusia disebabkan salah satunya karena kurangnya amanah. Budaya kejujuran sangat sulit dilestarikan karena kesadaran akan kejujuran itu sendiri sangat sukar tumbuh di hati manusia modern. Pada akibatnya kejujuran itu menjadi pangkal dari segala keburukan. Sebagaimana yang diultimatumkan oleh Rasulullah. Wa iyyakum anil kadzib fa innal kadzba yahdi ilal fujur.. wal fujur yahdi ilannar. (Dan waspadalah kalian terhadap laku ketidak jujuran, karena ketidak jujuran akan mengantarkan kepada keburukan dan keburukan akan mengantarkan kepada neraka.)

Untuk itu, Islam menumbuhkan sifat amanah ini dengan memberikan kesasdaran bahwa setiap pekerjaan yang kita lakukan, setiap tingkah laku kita, sekecil apapun, bahkan sekecil atom pun semuanya akan mendapatkan balasannya masing-masing. Artinya setiap orang akan memikul apa yang ia berbuat sendiri. Allah swt berfirman :

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى
Dan seseorang yang berdosa tidak akan menanggung dosa orang lain. dan sekiranya orang yang berat dosanya memanggil orang lain untuk memikul dosanya tersebut,m maka tidak akan pernah dipikulkan dosanya kepada orang lain, meskipun yang ia panggil adalah kerabatnya sendiri (Fatir 18).

Di dalam ayat lain, Allah juga berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

Allah tidak akan membebankan seseorang kecuali beban yang sesuai dengan kesanggupannya. Baginya pahala atas kebaikannya, dan baginya pula dosa atas keburukan yang ia kerjakan. (al-Baqarah: 286)

Ciri yang kedua yang disampaikan oleh alex enkelis adalah orang modern itu sangat menghargai waktu. Di dalam Islam anjuran untuk menghargai waktu pun sangat banyak kita temukan. Dalam Islam banyak ayat yang menunjukkan betapa pentingnya waktu sehingga Allah bersumpah dengan waktu tersebut. bahkan dalam ayat yang umumnya kita hafal, Allah mengindikasian bahwa dalam persoalan waktu, mayoritas manusia di dunia ini mengalami kerugian.

وَالْعَصْرِ ,إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ

Demi Waktu. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian

Ayat ini menjadi penjelasan yang teramg bagaimana umat muslim harus betul-betul menghargai waktunya agar tidak mengalami kerugian.

Namun yang harus diperhatikan adalah kerugian seperti apa yang dianggap rugi di dalam Islam. tidak jarang orang modern sekarang hanya mengukur kerugian itu dari kerugian secara material belaka. dalam arti sukses diukur dengan seberapa besar keuntungan yang kita dapatkan dengan seminimnya waktu yang dipakai untuk bekerja. Berarti orang sukses adalah orang yang bisa mendapatkan pendapatan atau keuntungan yang besar dengan waktu yang sedikit.
Padahal hakikatnya bukanlah modern jika demikian kaum muslimin. Justru keyakinan seperti ini adalah keyakinan yang merusak nilai modern. Sebab orang yang seperti ini pada akhirnya akan menjadi orang yang individual akan mementingkan dirinya sendiri. dia akan menjadi orang yang anti sosial dan minim kepekaan akan rasa peduli, empati dan simpati. Hal itu tentu menyalahi fitrah kita sebagai manusia yang diciptakan sebagai makhluk yang butuh bantuan orang lain.

Untuk itu di dalam ayat tersebut Allah menyatakan orang yang tidak rugi adalah illalladzina amanu wa amilusshaliat. Yaitu orang yang beriman dan beramal shaleh.

Artinya dalam memanfaatkan waktu orang harus punya perinsip iman dan amal shaleh. Prinsip iman meniscayakan orang tersebut mengindahkan aturan-aturan Allah dalam bekerja salah satunya adalah tidak mengambil hak saudara kita yang lain, bahkan usaha yang kita lakukan pun hasilnya juga milik saudara kita. hal itu agar jurang perbedaan kaya dan miskin tidak menjadi semakin melebar.

Begitu pula harus dengan prinsip amal shaleh, bahwa yang kita kerjakan tidak hanya untuk dunia saja, tetapi kerjaan itu harus berdimensi amal shaleh, amal yang bisa mendatangkan manfaat di dunia lebih-lebih lagi di akhirat. Maka orang yang bekerja orientasinya tidak untuk uang belaka, tetapi bagaimana kerjaan itu bisa mendatangkan keuntungan bagi dirinya anak isitirnya keluarganya saudaranya di dunia dan di akhirat. Dengan begitu orang muslim akan memperhatikan kebersihan usahanya dari kecurangan, barang yang haram dan ketidakjujuran.

Kesimpulan :
Bagi muslim, mengikuti Islam itulah hakikat dari kemodernitas. Sebab Islam tidak tergerus pada modernitas semu yang justru menghancurkan indikasi moral yang itu menyebabkan hilangnya nilai kejujuran, amanah, makna kesuksesan. Islam menyeimbangkan nilai modernitas menjadi lebih beradab dan mulia sebagaimana tujuan Allah menciptakan manusia untuk menjadi Insan kamil, manusia sempurna yang hidup dengan kemuliaan.



*Qaem Aulassyahied
Berbagi ke Google+

About aank

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 Komentar:

Posting Komentar