Pernahkah Anda mendengar ungkapan kata bermuka dua? Ya, bermuka dua
ini identik dengan seseorang yang bersikap munafik. Maksudnya ialah,
ketika di depan berkata seolah-olah benar, tapi di belakang ia berdusta.
Salah satu sifat buruk yang dibenci Allah SWT adalah munafik. Sabda
Rasulullah SAW, ”Kalian pasti akan bertemu dengan orang-orang yang
paling Allah benci, yaitu mereka yang bermuka dua. Di satu kesempatan,
mereka memperlihatkan satu sisi muka, namun di kala yang lain, mereka
memperlihatkan muka yang lain pula,” (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam hadis lain, riwayat Imam Abu Dawud dan Muslim, lebih jelas lagi
Rasulullah SAW menyatakan, ”Seburuk-buruk manusia adalah yang bermuka
dua. Datang di satu kesempatan dengan satu muka, dan pada lain
kesempatan datang dengan muka yang lain,”
Dua hadis di atas menyampaikan beberapa pesan penting kepada kita.
Pertama, kita dilarang menjadi pribadi-pribadi munafik (hipokrit).
Pribadi-pribadi yang memperlihatkan satu muka di satu kesempatan dan
muka yang lain di kesempatan yang berbeda. Artinya, kita dituntut untuk
konsisten dalam kebenaran yang sudah diyakini, dengan kesesuaian antara
iman dan amal, antara praktik dan perkataan.
Allah SWT berfirman, ”Di antara manusia ada yang mengatakan bahwa
mereka beriman, namun sesungguhnya mereka tidak beriman. Mereka mencoba
menipu Allah dan orang-orang beriman, tapi sayang, sebetulnya mereka
telah menipu diri mereka sendiri,” (QS. al-Baqarah: 8-9).
ORANG munafik pada tataran ini memperlihatkan sikap dan sifat yang
mendua. Dalam ayat yang lain, Allah SWT membeberkan lagi apa-apa yang
telah mereka perbuat, ”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu
Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri
untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan
shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali
sedikit sekali,” (QS. an-Nisa': 142).
Pesan kedua yang dapat diambil dari hadis tadi, kita harus teguh
dalam berpendirian, dan konsisten dengan kebenaran yang telah diyakini,
tanpa dapat tergoyahkan. Ketika seseorang sudah menyatakan beriman, maka
iman itu harus terpraktikkan nyata dalam kehidupan. Iman harus mewarnai
segala tindak-tanduk amaliah sehari-harinya.
Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan,
‘Tuhan kami ialah Allah’, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka,
maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah
kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah
kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu’,”
(QS. Fushshilat: 30).
Pribadi Muslim seharusnya selalu menggambarkan kesatuan wajah hanya
untuk dan karena Allah SWT semata, bukan yang lain. ”Sesungguhnya aku
menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi
dengan cenderung kepada agama yang benar,” (QS. Al-An’am: 79).
Allah SWT sangat membenci orang munafik, karena mereka memperlihatkan
sifat dan sikap mendua, antara iman dan tidak. Maka, sudah sewajibnya,
seorang beriman dapat menyatukan juga antara iman dan amal, tidak
bertolak belakang, apalagi berlawanan arah. Semoga kita tidak menjadi
orang-orang yang bermuka dua. Wallahu a’lam.
0 Komentar:
Posting Komentar